Simo Hayha atau yang lebih dikenal dengan julukan The White Death. Seorang penembak jitu asal Finlandia yang sangat dikenal karena kemampuan menembaknya. Dalam perang Finlandia Uni Soviet atau yang dikenal sebagai Winter War yang hanya berlangsung selama kurang lebih 3 bulan.
Simo berhasil menjadi penembak dengan jumlah keseluruhan korban sebanyak 505 korban. Pencapaian tersebut membuatnya menjadi seorang penembak jitu yang paling berbahaya dalam sejarah. Simo sebenarnya tidak lebih dari warga Finlandia biasa yang tinggal di sebuah desa dekat perbatasan Finlandia dan Uni Soviet.
Saat itu Finlandia merupakan negara yang masih sangat muda, sebelumnya Finlandia adalah bagian dari kekaisaran Rusia. Terjadinya perang dunia pertama, revolusi komunis dan juga perang saudara Rusia membuat berbagai wilayah kekaisaran Rusia yang awalnya begitu besar memutuskan untuk memisahkan diri menjadi negara-negara baru termasuk Finlandia yang memperoleh kemerdekaannya pada 6 Desember 1917.
Kisah ini dimulai dari seorang pemuda Finlandia yang memutuskan untuk bergabung dengan wajib militer Finlandia bernama White Guard. White Guard adalah milisi yang dibentuk saat perang saudara Finlandia, pasukan ini pernah bertempur melawan pasukan merah Finlandia yang mendapatkan dukungan dari Uni Soviet. Namun kemenangan Finlandia dalam perang itu membuat Uni Soviet tidak pernah bisa melupakan negara separatis yang berani melepaskan diri dari Rusia. Mereka menunggu sebuah kesempatan untuk dapat menguasai Finlandia kembali.
Kehidupan Simo Hayha Sebelum Menjadi Penembak Jitu Paling Mematikan
Pemuda itu bernama Simo Hayha yang hidup diladangnya sebagai petani dan menghabiskan waktu luangnya dengan berburu di hutan dan bermain ski. Sejak masa mudanya ia sudah menunjukkan bakatnya sebagai penembak jitu dalam sebuah kompetisi menembak. Bakat tersebut diperolehnya bukan dari sekolah militer atau sekolah menembak, melainkan dari pengalamannya sehari-hari khususnya saat ia sedang berburu di hutan.
Ayahnya mengajarkan Simo bagaimana cara berburu yang baik termasuk kemampuan untuk memperkirakan jarak target buruannya. Simo juga belajar bagaimana memperkirakan pengaruh angin dan hujan saat ia sedang berburu. Pengalamannya berburu secara tidak langsung mengajarkannya bagaimana menjadi seorang penembak jitu, khususnya saat ia sedang berburu hewan buruannya yang terkenal sangat sensitif dengan perubahan suara, pantulan cahaya, maupun gerakan-gerakan mendadak yang mungkin membuat buruannya menjadi kaget dan kabur seketika.
Senjata favorit Simo adalah Mosin Nagant M91 yang tidak dilengkapi dengan teropong pembidik seperti kebanyakan penembak jitu lainnya. Senjata ini hanya dilengkapi dengan Iron Sight, karena pengalamannya berburu, ia tidak kesulitan untuk memaksimalkan apa yang dimilikinya, dan hal tersebut menjadikannya seorang penembak jitu yang sangat efektif.
Tahun 1939 adalah waktu yang menyenangkan bagi Stalin, perjanjian non agresi antara Uni Soviet dan Jerman akhirnya ditanda tangani. Hal ini membuat Uni Soviet memperoleh sebagian Polandia dan menganeksasi negara-negara Baltik. Mereka juga berhasil memenangkan perang Khalkhin Gol melawan Jepang. Senang dengan berbagai perkembangan, Stalin memerintahkan pasukan merah untuk menyerang Finlandia.
Perang antara Uni Soviet dan Finlandia merupakan perang yang sangat tidak seimbang. Uni Soviet mengerahkan kurang lebih 750.000 tentara, 6.000 tank, dan kurang lebih 3.000 pesawat. Sedangkan Finlandia hanya berjumlah kurang lebih 300.000 tentara dan itupun sebagiannya adalah golongan milisi. Sekalipun demikian, Winter War justru membuktikan bagaimana negara sekecil Finlandia mampu menghadapi militer Uni Soviet. Mengapa Finlandia bisa melakukannya?.
Ada beberapa alasan, yang pertama adalah musim dingin, dengan suhu yang dinginnya mencapai -40 derajat, kelebihan utama Uni Soviet yaitu tank dan pesawat tempur tidak dapat digunakan karena baik bahan bakar maupun mesin yang mereka gunakan tidak bisa beroperasi sebagaimana mestinya.
yang ke dua adalah pembersihan politik, demi mengamankan posisinya sebagai pemimpin tertinggi. Stalin yang sangat terkenal akan sifat paranoidnya memerintahkan pembersihan terhadap seluruh lawan politiknya, khususnya mereka yang mungkin mengancam kedudukannya. Pembersihan banyak dilakukan pada perwira-perwira red army yang dicurigai sebagai kaki tangan dari Leon Trotsky.
Akibat dari pembersihan ini, Uni Soviet sangat banyak kehilangan perwira-perwira terbaiknya, dan menggantikannya dengan perwira-perwira yang masih sangat hijau. Perang yang seharusnya dimenangkan dengan mudah justru menjadi perang yang berlarut-larut dan menghancurkan reputasi dari pasukan merah. Militer Finlandia yang sadar akan pasukannya yang begitu kecil tidak akan mempu menghadapi pasukan merah yang demikian besar.
Mereka berusaha mengadopsi strategi baru yang bernama Motti atau perang gerilya. Strategi ini sebelumnya pernah diterapkan oleh gerilyawan Spanyol saat menghadapi Prancis yang dipimpin oleh Napoleon dalam perang kemerdekaan Spanyol. Militer Finlandia kemudian mengadopsinya untuk melawan pasukan merah dari Uni Soviet. Bagaimanakah kisah Simo Hayha dalam perang tersebut?, tunggu kelanjutannya dalam seri Simo Hayha Part 2.